<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-9148621472216032"
crossorigin="anonymous"></script>
Meskipun hanya terdiri atas 2% dari total berat tubuh kita, namun otak dapat membakar lebih dari duapertiga bahan bakar untuk kebutuhan energinya. Sama seperti sel tubuh yang lain, sel otak menjalankan fungsinya dengan menggunakan sumber energi dari adenosine tri phosphate (ATP).
Energi ATP dibutuhkan otak untuk menjalankan fungsi sebagai sistem koordinasi, dengan membangkitkan serta menghantarkan potensial aksi yang melibatkan transfer Na-K-Ca di membran sel, dan dengan mengeluarkan neurotransmiter di sinapsis. Sekitar 70% produk energi yang dihasilkan otak digunakan untuk mempertahankan potensial membran terhadap Na-K dan sisanya dipakai untuk mensintesis neurotransmiter dan mensintesis reseptor.
Secara umum, sel tubuh melakukan pembentukan ATP melalui jalur metabolisme bernapas yaitu glikolisis, daur krebs dan rantai transpor elektron. Glikolisis memecah glukosa menjadi dua piruvat serta menghasilkan 2 ATP dan 2 NADH, sedang daur krebs memecah piruvat menjadi CO2 yang juga menghasilkan 2 ATP, 2 FADH2 dan 6 NADH . Sedangkan rantai transpor elektron membutuhkan O2 untuk mengoksidasi NADH dan FADH2 membentuk H2O dan sejumlah besar ATP.
Walaupun sama-sama menghasilkan ATP melalui proses bernapas, sel saraf memiliki perberbedaan dengan sel otot dalam cara menggunakan bahan bakar. Sel otot mampu melakukan pembakaran glukosa walaupun hanya sampai pada tahap glikolisis dan menyelesaikannya secara anaerobik dengan fermentasi asam laktat yang mereduksi piruvat menjadi laktat, sedangkan sel otak hanya mampu melakukan respirasi secara aerob yang membutuhkan suplai oksigen untuk menyelesaikan tahapan bernapas sampai tahapan rantai transpor elektron. Tanpa tahapan transpor elektron, maka pembentukan ATP di sel otak akan terhambat. Akibatnya, tanpa proses transpor elektron, sel otak akan kekurangan ATP yang memaksanya mengurangi aktivitas sinyal dan menghentikan mekanisme penghantaran sinyal. Hal ini menyebabkan menurunnya kemampuan fungsi otak, seperti gangguan memori dan hilangnya kesadaran.
Pada rantai transpor elektron, molekul NADH dan FADH2, memindahkan elektron berenergi tinggi ke serangkaian molekul transisi, salah satunya adalah CoQ10. Molekul ini bertindak sebagai pembawa elektron pada rantai transpor elektron dalam mitokondria. Saat elektron berpindah dari satu molekul ke molekul lain (termasuk CoQ10), elektron ini juga memindahkan energi tinggi mereka ke molekul transisi transpor elektron hingga membentuk ATP.
CoQ10
👇
Tubuh kita mensintesis CoQ10 di liver, dari asam amino aromatik dan asetil-KoA. Dalam jalur ini, enzim 3-hidroksi-3-metilglutaril (HMG)-CoA reduktase, mengubah HMG-CoA menjadi mevalonat. Jalur sintesis ini disebut sebagai jalur mevalonat. Ini juga merupakan jalur yang sama di mana kolesterol disintesis dalam tubuh. Oleh karena jalur pembentukan CoQ10 sama dengan jalur pembentukan kolesterol, maka obat kolesterol yang menghambat jalur mevalonat, yang diresepkan untuk menurunkan kadar kolesterol, juga menghambat sintesis CoQ10 dalam tubuh. Statin adalah penghambat reduktase HMG-CoA yang banyak digunakan sebagai obat penurun kolesterol. Akibatnya, kekurangan CoQ10 sering terjadi pada pasien yang menerima terapi statin untuk menurunkan kadar kolesterol darah. Beberapa gangguan memori, seperti bingung dan pelupa sebagai efek samping obat rendah kolesterol statin adalah akibat terhambatnya produksi CoQ10.
CoQ10
Terhambatnya pembentukan CoQ10 akan menghambat produksi ATP. Otak yang melakukan aktivitas metabolisme yang tinggi dan sangat bergantung pada pembentukan ATP melalui rantai trabspor elektron, paling merasakan dampak dari defisiensi CoQ10 tersebut.
Sebuah studi dengan jumlah 6000 populasi di Jepang menunjukkan hubungan terbalik antara kadar serum CoQ10 dengan risiko pikun (demensia). Makin rendah kadar CoQ10, makin besar resiko pikun. Ini menunjukkan bahwa CoQ10 terlibat dalam penyakit pikun. Ini juga mungkin bisa digunakan untuk memprediksi perkembangan kerusakan otak pada penyakit pikun tersebut. Penelitian pada hewan juga menguatkan hubungan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Keto Palopo